DPRD  

Putra Jaya Umar Tekankan Pancasila Sejak Dini, Sindir Fenomena Pelajar Merokok

Tulangbawang – Di tengah derasnya perubahan pola perilaku pelajar akibat gempuran budaya digital, Anggota DPRD Provinsi Lampung Putra Jaya Umar memilih untuk tidak hanya bicara dari podium gedung dewan. Ia turun langsung ke ruang kelas, menggelar Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan di SMA IT Budi Luhur—Ponpes Al-Huda, Kampung Kekatung, Dente Teladas, Tulangbawang, kemarin (26/10).

 

Politisi Partai Golkar ini menekankan satu garis bawah: pembinaan ideologi dan adab tidak bisa menunggu anak tumbuh besar baru diajari, karena pembusukan karakter juga tidak menunggu dewasa untuk mulai terjadi.

 

“Bangsa ini bukan tidak kenal Pancasila, tetapi tanpa diulas dan dihidupkan kembali, nilainya pelan-pelan menguap dari perilaku,” kata Putra Jaya. “Kalau tidak ada Pancasila, tidak ada yang saling mengenal satu sama lain,” timpalnya.

 

Ia menyebut sekolah dan pesantren sebagai “ruang hulu pembentukan manusia”, bukan sekadar ruang akademik. Menurutnya, di titik inilah negara harus hadir sebelum karakter rusak terlalu dalam. Putra Jaya menyinggung fenomena viral di Banten, ketika pelajar SMA Negeri terekam merokok di lingkungan sekolah tanpa merasa malu atau salah. “Itu bukan sekadar pelanggaran disiplin, itu bukti hilangnya rem moral. Nilai dasar mereka kosong,” ujarnya.

 

Baginya, kasus-kasus seperti itu terjadi bukan karena anak tidak tahu aturan, melainkan karena nilai Pancasila tidak pernah dipraktikkan sebagai perilaku, hanya dihafal sebagai teks buku. Ia menegaskan, pembinaan dini adalah bentuk pencegahan, bukan pemadam kebakaran setelah terjadi.

 

Dalam sesi berlangsung lebih dari dua jam itu, Putra Jaya mendorong peserta untuk tidak berhenti pada memahami rumusan sila, tetapi menurunkannya menjadi etika sehari-hari: adab kepada guru, sopan pada sesama, menghormati perbedaan, serta menahan diri dari perilaku destruktif sekalipun tidak ada yang mengawasi. “Ideologi itu bukan hafalan, tapi kebiasaan,” tegasnya.

 

Interaksi tercatat antusias; santri, siswa dan pengurus yayasan aktif bertanya dan berdialog. Menurut Putra Jaya, respons ini menunjukkan ruang ideologi tidak pernah basi, yang basi adalah cara menyampaikannya. “Ketika kita datang langsung, bukan lewat poster dan seminar formal, ruang ideologi kembali hidup,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *