Kasus Lampura, PH Sebut Kejati Salah Prosedur

Lampung – Penahanan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung terhadap PPTK berinisial (AA) pada kegiatan jasa konsultasi Tahun anggaran 2017 – 2020 di Dinas Perumahan dan Pemukiman (DisPerkim) Lampung Utara (Lampura) disinyalir cacat Prosedur.

Pasalnya, PPTK dalam kasus tersebut hanya sebagai kelengkapan administrasi dalam jasa konsultasi pekerjaan itu.

“Klien kami adalah PPTK dalam hal ini Sesuai aturan yaitu hanya melingkupi administrasi keuangan yang mana lingkup pekerjaan adalah ranah dan wewenangnya PA, KPA, PPK vendor, PPHP yang berarti tidak ada sangkut pautnya kepada PPTK, dan perlu kami tegaskan PPTK bukan pelaku pengadaan barang jasa,” kata Kuasa Hukum Andhes Tan S mewakili kliennya AA.

Untuk itu, kata dia, jika kliennya saat ini telah di sangkakan oleh penyidik Kejati Lampung bukanlah orang yang harus bertanggung jawab atas adanya dugaan korupsi itu, Lantaran masih terdapat PA,KPA yang semestinya menjadi pelaku utama.

“Timbul pertanyaan, kenapa pihak pihak seperti halnnya PA, KPA, pihak ketiga hingga PPHP tidak di jadikan tersangka juga padahal sudah jelas PPTK hanya menerima kelengkapan data yang sudah di verifikasi oleh pihak tersebut, ada apa ini kejati,” ungkapnya

Selain itu, sambung dia, atas timbulnya persoalan ini, kejati Lampung terkesan tidak mengindahkan nota kesepahaman yang di tandatangani oleh Jaksa Agung. Yang mana harus mengedepankan untuk pengawas internal melakukan penyelesaian secara administratif dalam hal adanya laporan atau aduan terkait hal kerugian Negara.

“Kami menilai alat bukti yang menjadikan klien kami tersangka (AA) dan tidak ada nilai sebagai alat bukti alias cacat karena audit keuangan negara dilakukan oleh akuntan publik bukan lah BPK yang seharusnya mempunyai wewenang penuh dalam menentukan ada tidaknya kerugian negara,” ucapnya.

Ia menambahkan, perlu kita ketahui perhitungan pada auditor akutan publik yang dilakukan Kejati Lampung kepada pihak swasta tidak sesuai dengan amanat undang-undang yang seharusnya dilakukan oleh BPK.

“Hal ini menimbulkan ketidak adilan bagi klien kami, seharusnya kejati paham dengan menggunakan auditor BPK sesuai dengan amanat uud 1945,” urainya.

Ia menjelaskan, dalam kasus ini dirinya menghormati proses hukum yang sedang berjalan dengan mengedepankan praduga tak bersalah kepada AA.

“Klien kami (AA ) masih dalam proses hukum dan belum ada keputusan pengadilan inkrah terkait perkara ini, maka dari itu agar seluruh pihak hormati asas praduga tak bersalah,” pungkasnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *