WAY KANAN – Penanganan kasus kecelakaan lalu lintas yang melibatkan Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Lampung, Aprohan Saputra, dengan sebuah truk milik PT Bintang Trans Kurniawan, kembali menuai sorotan.
Sejumlah pihak menilai Polres Way Kanan diduga tidak objektif dalam menangani perkara tersebut dan terkesan berpihak kepada perusahaan pemilik kendaraan.
Kasus ini bermula dari laporan Aprohan Saputra ke Unit Gakkum Satlantas Polres Way Kanan pada 30 Juli 2025. Laporan itu tercatat dalam surat tanda penerimaan laporan (STPL) Nomor 50 dan Laporan Polisi Nomor: LP/B/111/VIII/2025/SPKT.SATLANTAS/POLRES WAY KANAN/POLDA LAMPUNG. Kecelakaan tersebut melibatkan truk Fuso bernomor polisi BE 8773 AUB yang dikemudikan oleh Roby Haryadi, sopir perusahaan PT Bintang Trans Kurniawan.
Rekonstruksi dan Sorotan terhadap Penegakan Hukum
Rekonstruksi kejadian digelar di Mako Polres Way Kanan pada Senin (10/11/2025), dihadiri oleh Kasatlantas AKP Sulkhan, Jaksa Penyidik Ryko, dan tersangka Roby Haryadi. Namun, pihak manajemen perusahaan pemilik kendaraan tidak hadir dalam kegiatan tersebut.
Rekonstruksi menghasilkan sembilan poin kronologis kejadian, menggambarkan peristiwa yang dialami pelapor dan tersangka. Aprohan melalui kuasa hukumnya, Kantor Hukum Ridho Juansyah, SH & Rekan (RJR), menyampaikan apresiasi terhadap Satlantas Polres Way Kanan atas terselenggaranya rekonstruksi. Namun, mereka menilai masih ada aspek hukum yang belum dijalankan secara objektif.
“Kami menilai ada ketidakkonsistenan dalam penegakan hukum, terutama terkait permohonan penerapan Pasal 315 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), yang seharusnya dapat menjerat pihak manajemen perusahaan,” ujar Ridho Juansyah.
Kuasa Hukum: Unsur Kelalaian Perusahaan Terpenuhi
Menurut Ridho, kendaraan truk yang terlibat kecelakaan terdaftar atas nama perusahaan, bukan pribadi, sehingga tanggung jawab hukum tidak hanya berhenti pada sopir.
“STNK kendaraan itu atas nama perusahaan. Artinya, ada tanggung jawab manajemen memastikan kendaraan laik jalan. Faktanya, KIR kendaraan sudah mati dan posisi ban serep diubah dari standar pabrikan. Itu bentuk kelalaian administratif dan teknis yang bisa membahayakan pengguna jalan,” jelas Ridho.
Pihaknya menilai unsur kelalaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 315 LLAJ telah terpenuhi, di mana perusahaan dapat dimintai pertanggungjawaban hukum apabila kendaraan yang dioperasikan tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
Surat Permohonan dan Legal Opinion Ahli Hukum
Sebelumnya, pada 25 Agustus 2025, Kantor Hukum RJR telah melayangkan surat permohonan resmi Nomor 013/B/RJR/VIII/2025 kepada Kasat Lantas Polres Way Kanan untuk menambahkan Pasal 315 dalam laporan Aprohan. Surat itu juga ditembuskan ke Kapolda Lampung, Kabid Propam Polda Lampung, dan Kapolres Way Kanan.
Permohonan tersebut diperkuat dengan pendapat hukum (Legal Opinion) dari Ahli Hukum Pidana Gunawan Jatmiko, SH, MH, yang menegaskan bahwa PT Bintang Trans Kurniawan dapat dijerat Pasal 315 UU No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ.
Namun hingga kini, Polres Way Kanan belum menindaklanjuti permohonan itu. “Kami menduga ada keberpihakan terhadap perusahaan. Faktanya, hingga pemeriksaan BAP terakhir, penyidik tidak menambahkan Pasal 315 dan hanya menetapkan sopir sebagai tersangka,” tegas Ridho.
Tiga Dugaan Keberpihakan Polres Way Kanan
Kuasa hukum Aprohan mengungkapkan beberapa indikasi yang menguatkan dugaan keberpihakan Polres Way Kanan terhadap PT Bintang Trans Kurniawan, antara lain:
• Kasat Lantas Diduga Menuding Pelapor Mengintervensi Polisi
Setelah pelapor menanyakan tindak lanjut surat permohonan penerapan Pasal 315, Kasat Lantas AKP Sulkhan disebut menuduh pelapor dan kuasa hukum mencoba mengintervensi penyidik. Padahal, menurut Aprohan, permohonan pasal tersebut telah disampaikan sejak awal pelaporan, namun ditolak dengan alasan “masih akan dipertimbangkan”.
• Pemeriksaan Saksi Ahli yang Dianggap Tidak Netral
Penyidik Pembantu Aldo disebut memeriksa saksi ahli pidana tambahan setelah P19 terbit padahal dalam petujuk kejaksaan tidak ada untuk melakukan penamahan pendapat saksi ahli. Melainkan melainkan pemeriksaan terhadap Halim, Ribka, dan Roni. Termasuk KIR dan standar truk Hino. Yang dalam hal itu dinilai mencari alasan. Sehingga akhirnya Aldo melalui saksi ahli itu menyatakan Pasal 315 LLAJ tidak dapat diterapkan karena perusahaan telah “beritikad baik” memperbaiki mobil korban. Padahal, menurut Aprohan, itikad baik itu tidak dijalankan sebagaimana kesepakatan, sebab perbaikan mobil korban tidak diselesaikan dan korban diminta menandatangani surat perdamaian sepihak.
• Kapolres Diduga Memblokir Komunikasi Pelapor
Aprohan juga menyebut Kapolres Way Kanan memblokir pesan WhatsApp-nya setelah ia mengirimkan informasi tentang pemeriksaan dua pihak perusahaan, Halim dan Roni Kurniawan, yang terkait dalam laporan kecelakaan.
Pelapor Minta Atensi Kapolda Lampung
Aprohan dan kuasa hukumnya kini meminta perhatian langsung dari Kapolda Lampung agar memantau proses hukum di Polres Way Kanan. Mereka berharap penegakan hukum dilakukan secara objektif tanpa adanya keberpihakan terhadap pihak tertentu.
“Kami percaya Polri mampu menegakkan hukum dengan adil. Namun, jika aparat di bawahnya bersikap tidak profesional, kami tidak segan melaporkan ke Propam dan Mabes Polri,” tutup Ridho Juansyah.











