Perkuat Kompetensi dan Etika Jurnalistik, Wartawan Diperlukan Pendidikan Hukum

Bandar Lampung – Akademisi dan praktisi hukum, Hengki Irawan, mengungkapkan bahwa pendidikan hukum bagi wartawan menjadi langkah penting dalam memperkuat kompetensi dan etika jurnalistik.

 

Ia menilai bahwa keterkaitan antara dunia jurnalistik dan hukum sangat relevan, terutama dalam menghadapi tantangan di era digital.

 

Hengki mengamati meningkatnya minat jurnalis yang telah mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) untuk mendalami hukum.

 

Menurutnya, fenomena ini merupakan bagian dari “dahaga pemikiran” para jurnalis dalam memahami aspek hukum, sehingga mereka dapat menghasilkan karya jurnalistik yang lebih tajam dan sesuai peraturan.

 

“Semangat ini menunjukkan keinginan mereka untuk meningkatkan kompetensi, khususnya dalam pengetahuan hukum,” ujarnya pada Rabu, (13/11/2024).

 

Hengki menekankan bahwa pendidikan hukum bagi jurnalis akan memperkuat pemahaman mereka terhadap berbagai undang-undang yang menjadi dasar profesi jurnalistik, seperti UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan UU Nomor 1 Tahun 2024 yang mengubah UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

 

Menurutnya, pemahaman terhadap regulasi ini penting agar jurnalis bisa menyajikan informasi yang akurat dan sesuai etika jurnalistik.

 

Selain itu, Hengki menjelaskan bahwa jurnalis yang mendalami hukum akan lebih peka terhadap batasan-batasan etika dan hukum, termasuk dalam menghadapi tantangan seperti hoaks, ujaran kebencian, serta potensi pelanggaran terhadap privasi dan keamanan sumber berita.

 

“Jurnalis harus bisa membedakan antara kritik yang konstruktif dan pencemaran nama baik,” tambahnya.

 

Di sisi lain, Hengki juga mengingatkan bahwa meskipun pendidikan hukum meningkatkan wawasan, jurnalis tetap harus kritis dalam menjalankan perannya.

 

Menurutnya, pendidikan hukum juga dapat memperkuat fungsi kontrol sosial jurnalis terhadap transparansi pemerintah dan akuntabilitas publik.

 

Hal ini sejalan dengan tugas pers dalam menjalankan fungsi kontrol sosial yang dapat membentuk opini publik yang sehat.

 

Namun, Hengki menggarisbawahi berbagai tantangan yang dihadapi jurnalis dalam menjalankan kebebasan pers, termasuk kekerasan, intimidasi, sensor, dan tekanan dari pihak tertentu.

 

“Kode etik jurnalistik yang diatur oleh Dewan Pers harus selalu menjadi acuan, sehingga integritas informasi tetap terjaga,” tegasnya.

 

Di akhir pernyataannya, Hengki menyampaikan tiga poin penting yang dapat diambil dari pendidikan hukum bagi jurnalis.

 

Pertama, pentingnya menjaga keseimbangan antara kebebasan pers dan batasan hukum.

 

Kedua, pendidikan hukum dapat memperkuat rasa tanggung jawab dalam menjalankan profesi.

 

Dan ketiga, harapan akan terbentuknya kerangka hukum yang dapat melindungi jurnalis tanpa mengorbankan kebebasan berekspresi dan keadilan.

 

Upaya wartawan dalam mendalami hukum dinilai sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kualitas dan integritas jurnalistik di tengah perkembangan dunia media saat ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *