DPRD  

Ketua Fraksi PKS Dorong Evaluasi Permendikbud Soal Komite Sekolah

Bandar Lampung — Ketua Fraksi PKS DPRD Provinsi Lampung, Ade Utami Ibnu mendorong agar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016, tentang Komite Sekolah ditinjau ulang dan disempurnakan. Hal ini ditegaskan, menyusul temuan di lapangan bahwa peraturan tersebut kerap diselewengkan oleh sejumlah oknum sekolah dan komite sekolah menjadi dasar untuk melakukan pungutan yang memberatkan siswa dan orang tua.

 

“Secara normatif, Permendikbud 75/2016 telah memberikan batasan yang jelas bahwa komite sekolah tidak boleh melakukan pungutan, melainkan hanya diperbolehkan menerima sumbangan yang bersifat sukarela dan tidak mengikat. Namun, implementasinya di berbagai sekolah di Lampung telah melenceng dari prinsip itu. Komite sekolah kerap dijadikan alat stempel legitimasi untuk menarik dana dari orang tua siswa,” kata Ade Utami. Kamis (08/05/2025).

 

Permendikbud ini, Wakil Ketua Komisi I DPRD Lampung tersebut melanjutkan. Sebenarnya telah menggariskan sejumlah tugas komite sekolah secara rinci, sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 ayat (1), antara lain : “Menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif.”

 

Namun dalam praktiknya, kata Ade. Banyak komite sekolah gagal menjalankan bagian “kreatif dan inovatif” tersebut, dan lebih memilih jalan pintas berupa pungutan rutin berkedok sumbangan yang memberatkan masyarakat khususnya orang tua siswa atau wali siswa.

 

Ade mencontohkan, “Alih-alih meminta uang secara langsung, komite sekolah bisa menggelar kegiatan fun walk atau charity bazaar yang melibatkan komunitas lokal dan alumni sekolah. Bisa juga menggandeng UMKM untuk kegiatan bersama atau membuka kanal donasi berbasis platform digital secara sukarela. Inilah bentuk penggalangan sumber daya yang kreatif dan tidak membebani wali murid.”

 

“Sayangnya, pendekatan seperti ini masih jarang ditemui. Sebaliknya, praktik pungutan tetap marak terjadi, seperti dugaan pungutan ‘sumbangan wajib’ di salah satu sekolah Lampung Timur, atau laporan kepada Ombudsman terkait penarikan uang komite dengan nominal tertentu di beberapa SMP dan SMA Negeri di Bandar Lampung, beberapa tahun yang lalu,” ujarnya.

 

Dalam kajian Fraksi PKS DPRD Lampung, ditemukan kelemahan mendasar pada kebijakan ini, antara lain. Pertama, Tidak adanya sanksi tegas atas pelanggaran. Kedua, Lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah. Ketiga, Ruang interpretasi yang longgar antara sumbangan dan pungutan.

 

Oleh karena itu, Fraksi PKS DPRD Lampung mengusulkan agar : Pertama, Permendikbud 75/2016 direvisi dan disempurnakan, memperjelas batasan serta memperkuat pengawasan dan akuntabilitas Komite Sekolah. Kedua, Sanksi administratif dan hukum diterapkan bagi pelanggaran pungutan oleh komite sekolah. Ketiga, Pemerintah daerah meningkatkan pendanaan pendidikan, agar sekolah tidak mencari celah pembiayaan dari masyarakat. Dan keempat,Transparansi dan partisipasi orang tua diperkuat, agar keputusan sekolah bersifat akuntabel dan berkeadilan.

 

“Kami berharap Kementerian Pendidikan dan DPR RI mendengar aspirasi dari daerah bahwa regulasi harus berpihak pada rakyat dan tidak membuka ruang penyimpangan oleh pihak sekolah maupun komite,” pungkas Ade Utami Ibnu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *