Metro – Akademisi kritik keputusan KPU Metro soal diskualifikasi Paslon Wahdi-Qomaru (WaRu), yang dianggap tidak tepat, jika ditinjau dari pendekatan ilmu hukum.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, Budiyono menilai langkah KPU Metro tidak sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.
“Berdasarkan Pasal 71 Ayat 5 Undang-undang Pilkada itu, pembatalan pasangan calon hanya dapat dilakukan jika terbukti melanggar Pasal 71 Ayat 2 dan Ayat 3. Tapi, Wahdi-Qomaru ini kan hanya melanggar Ayat 3. Maka, ini tidak cukup kuat jika dijadikan sebagai dasar diskualifikasi,” cetus Budiyono, Rabu, 20/11/2024.
“Paslon WaRu ini hanya melanggar Pasal 71 Ayat 3, jadi tidak bisa dibatalkan. Keputusan ini tidak tepat secara hukum,” timpalnya.
Selain itu, Budiyono juga mempertanyakan waktu pengambilan keputusan oleh KPU Metro. Menurut dia, keputusan tersebut diambil satu hari sebelum masa jabatan komisioner KPU Metro berakhir, sehingga diragukan apakah mereka memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan strategis pada saat itu.
“Ada beberapa langkah untuk menganulir keputusan KPU Metro, antara lain; Koreksi Administratif. Jadi, KPU Provinsi Lampung atau KPU RI dapat mengoreksi keputusan KPU Metro jika memang terbukti ada penyalahgunaan kewenangan,” bebernya.
Kemudian, lanjut Budiyono, Sengketa di Bawaslu, yakni keputusan KPU Metro dapat menjadi objek sengketa administratif di Bawaslu, karena keputusan tersebut bersifat administratif, bukan putusan pengadilan.
“Lalu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Jadi, keputusan KPU Metro dapat digugat di PTUN. Jika gugatan diterima, Pilkada Kota Metro bisa ditunda hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.
Budiyono juga mengingatkan, jika keputusan KPU Metro dibawa ke PTUN, proses hukum yang panjang berpotensi menunda penyelenggaraan Pilkada Kota Metro 2024.
“Ini bisa berdampak pada stabilitas proses demokrasi di Kota Metro. Polemik ini tentu berpotensi menambah tensi yang panas dalam dinamika Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Metro 2024,” tandasnya.