Lampung – Universitas Lampung (Unila) kembali mendapat sorotan tajam setelah membubarkan konsolidasi mahasiswa yang berlangsung di belakang gedung Rektorat pada Sabtu (15/02).
Pembubaran ini diduga, dilakukan dengan melibatkan aparat keamanan, termasuk unsur militer, dengan alasan keamanan.
Alumni Universitas Lampung dan Ketua Lampung Corruption Watch (LCW) Juendi Leksa Utama mengatakan, jika dirinya mengecam keras tindakan ini sebagai bentuk represi terhadap hak mahasiswa untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat.
“Langkah yang diambil oleh pihak kampus jelas bertentangan dengan prinsip kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Juendi kepada media ini. Minggu (16/02).
Untuk itu, kata dia, tindakan ini tidak hanya mencederai semangat demokrasi di lingkungan akademik, tetapi juga menunjukkan adanya upaya membungkam suara kritis mahasiswa yang seharusnya dilindungi sebagai bagian dari kebebasan akademik.
“Universitas sebagai institusi pendidikan seharusnya menjadi ruang yang aman bagi diskusi dan aspirasi mahasiswa, bukan justru menekan mereka dengan dalih keamanan,” urainya
Sehingga, sambung dia, bahwa pihak Rektorat Unila untuk memberikan klarifikasi terbuka mengenai pembubaran itu dan menjamin bahwa insiden serupa tidak akan terjadi di masa mendatang.
“Selain itu, kami juga meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) serta Ombudsman untuk menyelidiki dugaan keterlibatan aparat keamanan dalam tindakan represif ini,” ungkapnya
Ia menambahkan, Mahasiswa memiliki hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat, dan upaya pembungkaman, seperti ini hanya akan memperburuk citra kampus serta mencerminkan kemunduran demokrasi di dunia pendidikan.
” Kami menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, khususnya akademisi dan aktivis, untuk bersolidaritas dalam membela hak-hak mahasiswa yang terancam,” tandasnya.